Jambi, otodanews.com – Di tengah gencarnya promosi “wajah baru” Kota Jambi, ada kenyataan pahit yang terus hidup: pungutan liar. Diam-diam, praktek ini menjelma jadi sistem gelap yang nyaris dibiarkan tumbuh subur.
Warga Kota Jambi mengeluh. Bertahun-tahun mereka dipaksa berdamai dengan kutipan-kutipan liar: uang parkir, uang kebersihan, uang keamanan. Semua ditarik tanpa kejelasan legalitas. Uang dipungut, tapi tak jelas ke mana alirannya. Yang ironis, semua itu terjadi saat pemerintah sibuk memamerkan keberhasilan transformasi digital.
Anggota Komisi II DPRD Kota Jambi, Djokas Siburian, berbicara lantang menanggapi problema pungli itu.
Di tengah gencarnya promosi “wajah baru” Kota Jambi, ada kenyataan pahit yang terus hidup: pungutan liar. Diam-diam, praktik ini menjelma jadi sistem gelap yang nyaris dibiarkan tumbuh subur.
Warga Kota Jambi mengeluh. Bertahun-tahun mereka dipaksa berdamai dengan kutipan-kutipan liar: uang parkir, uang kebersihan, uang keamanan. Semua ditarik tanpa kejelasan legalitas. Uang dipungut, tapi tak jelas ke mana alirannya. Yang ironis, semua itu terjadi saat pemerintah sibuk memamerkan keberhasilan transformasi digital.
Anggota Komisi II DPRD Kota Jambi, Djokas Siburian, berbicara lantang menanggapi problema pungli itu.
“Kami sudah concern sejak awal dilantik. Ini bukan hanya merugikan secara materi, tapi juga mencederai kenyamanan warga dan merugikan citra Pemkot Jambi,” ujarnya.
Djokas mengaku pihaknya sudah berkali-kali mengingatkan Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) untuk menertibkan pungli. Tapi, responsnya nihil.
“Kami minta data sumber dan objek pajak serta retribusi resmi. Sampai sekarang tidak pernah direspons BPPRD,” tegasnya.
Padahal, digitalisasi disebut-sebut sebagai solusi untuk menutup celah pungli. Tapi menurut Djokas, implementasinya nyaris nol.
“Harusnya tidak ada lagi uang cash di lapangan. Semua harus sistem, semua non-tunai. Tapi faktanya, praktek lama masih dibiarkan,” katanya.
Dalam kritik tajam, ia menyetir pepatah klasik: ikan busuk dimulai dari kepala. Sebuah sindiran langsung ke pucuk pimpinan di Balai Kota.
“Ini bukan soal teknis semata. Ini krisis moralitas birokrasi,” ucapnya.
Meski kecewa, Djokas menyambut positif keterlibatan aparat penegak hukum. Ia berharap penanganan tak hanya berhenti di tataran wacana.
“Saya pribadi siap membuat laporan resmi ke polisi kalau perlu,” katanya dengan tegas.
Kepada Wali Kota Jambi, Dr. dr. H. Maulana, MKM, Djokas menyerukan langkah konkret. “Tutup semua celah pungli. Terapkan digitalisasi total. Jangan ada lagi uang tunai. Semua by sistem dan aplikasi,” katanya lantang.(Regar)
Discussion about this post